Air mata, kecemasan saat siswi Nigeria yang diculik tetap ditawan

NIGERA (AFP) – Humaira Mustapha tidak berusaha menghapus air mata yang mengalir di pipinya, ketika dia berbicara tentang dua putrinya yang diculik.

“Setiap kali saya memikirkan putri saya, saya dipenuhi dengan kesedihan yang tak terlukiskan,” kata Mustapha kepada AFP.

Duduk di dinding lumpur yang diplester di ruang duduknya yang telanjang, air matanya meninggalkan bintik-bintik lembab di jilbab biru lautnya (kerudung Islam).

Hafsa dan Aisha, masing-masing 14 dan 13, termasuk di antara 317 siswi yang diculik oleh orang-orang bersenjata dari asrama mereka di sebuah sekolah asrama khusus perempuan di desa terpencil Zamfara, Jangebe.

“Setiap kali saya menyajikan makanan untuk adik perempuan mereka, air mata terus mengalir dari mata saya karena saya terus memikirkan rasa lapar dan haus yang mereka alami,” kata ibu tiga anak berusia 30 tahun itu.

Tapi dia hanya melayani putrinya.

“Saya tidak bisa makan sejak penculikan,” katanya.

“Saya memohon kepada gubernur untuk melakukan segalanya untuk menyelamatkan putri-putri kami yang menghadapi bahaya nyata bagi kehidupan mereka,” tambah Mustapha.

“Sebagai seorang ibu, penderitaan saya menghancurkan saya.”

Penduduk desa mengatakan lebih dari 100 pria bersenjata berseragam militer menyerbu desa itu Jumat pagi.

Mereka menembakkan senjata mereka tanpa henti, menantang penduduk laki-laki untuk keluar untuk berkelahi. Tidak ada yang berani.

Mukhtar Rabiu, orang tua lainnya, mengatakan orang-orang bersenjata itu kemudian menuju ke asrama sekolah untuk para siswa yang sedang tidur, memaksa mereka untuk melakukan perjalanan ke semak-semak.

Putri Rabiu, Shamsiyya, adalah salah satu dari sekitar 50 siswi yang berhasil melarikan diri.

“Mereka datang ke sekolah sekitar pukul 01.00 pagi dan pergi ke asrama melemparkan penghinaan kepada kami, meminta kami untuk keluar sambil menembak ke udara,” katanya kepada AFP dari rumahnya di desa.

“Mereka mengenakan seragam militer,” tambah remaja berusia 13 tahun itu.

“Saya bersembunyi di bawah tempat tidur sampai mereka pergi setelah mengumpulkan siswa yang bisa mereka dapatkan.

“Beberapa dari kami bersembunyi di dalam toilet,” tambahnya, dari balik kerudung berwarna susu.

“Setiap kali saya memikirkan rekan-rekan saya, saya merasa tertekan. Saya kesepian dan telah berdoa untuk kembalinya mereka dengan selamat,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Proudly powered by WordPress | Theme: Cute Blog by Crimson Themes.